Novel sekuel "Mata Kedua " dan "Hati Kedua" adalah satu cerita yang ditulis oleh dua penulis. Dalam hal ini, novel "Mata kedua" ditulis oleh Ramaditya Adikara (seorang tunanetra yang inspirasional) dan novel "Hati Kedua" oleh Achi TM (novelis dan penulis skenario). Novel sekuel ini menceritakan persahabatan, kisah asmara, konflik anak-anak SMA antara tokoh Rama dan tokoh Rara di SMA dengan tokoh-tokoh yang lain. Novel "Mata Kedua" bercerita dari sisi tokoh Rama. Novel "Hati Kedua" bercerita dari sisi tokoh Rara.
Novel sekuel "Mata Kedua" dan "Hati Kedua" telah dilaunching di Gramedia Matraman, Jakarta, tanggal 12 Oktober yang lalu.
Intinya, keterbatasan fisik tidak akan membatasi kreativitas seseorang, termasuk Ramaditya Adikara ataupun tokoh Rama di dalam novel sekuel ini. Proses atau ide kreatif ini sudah direncanakan selama 10 tahun oleh Ramaditya Adikara. Wow, proses yang lama untuk sebuah novel. Novel sekuel "Mata Kedua" dan "Hati Kedua" diterbitkan oleh Sheila, Penerbit Andi.
Berikut ini, kata pengantar dalam novel "Mata Kedua" dari Ramaditya Adikara
Salah satu kenangan indah dalam hidup saya adalah masa
remaja. Di sana ada perjuangan, persahabatan, dan cinta. Semua itu saya lalui
dalam kondisi mata yang buta, tapi itu tidak menghalangi saya untuk tetap
mencari cahaya. Itulah yang melatar belakangi lahirnya karya
ini. Maka, teriring ucapan terima kasih kepada Allah yang
telah
memberi saya kenangan remaja yang hebat, saya persembahkan
novel ini.
Mata Kedua terinspirasi dari kisah nyata yang saya jalani
saat SMA.
Namun, saya merasa bahwa masa SMP pun tak kalah mengesankan.
Maka, saya berusaha mencampur baur pengalaman, tokoh, dan tempat yang ada dalam
kenangan saya ke dalam satu alur cerita. Namun, ada satu bagian dari nostalgia
masa remaja yang istimewa bagi
saya. Dialah sahabat baik saya semasa SMA, wanita yang
pernah menjadi
“mata kedua” dalam hidup saya. Rara, itulah namanya. Sosok
yang menjadi motivator terbesar dalam penggarapan novel ini.
Semua itu hanya menjadi ide yang tertanam selama 10 tahun
lebih. Hingga akhirnya, saya bertemu dengan Mbak Achi TM, pemilik Lembaga
Pendidikan dan Talenta Rumah Pena yang secara tidak langsung menjadi mentor
saya dalam belajar menulis. Kami pun memutuskan untuk berduet, dan penggarapan
naskah pun dimulai!
Awalnya, novel ini
hanya terdiri dari satu naskah saja, yaitu Mata
Kedua. Namun, setelah membaca beberapa karya Mbak Achi, dan
mengetahui kalau beliau sangat paham tentang video game – yang merupakan
kesukaan Rara -- maka kami pun memutuskan untuk menerbitkan novel back-to-back
alias dua buku yang saling mengisi satu sama lain.
Dengan manis, Mbak Achi telah menuliskan “kekasih” dari Mata
Kedua, yaitu novel Hati Kedua. Mbak Achi berkenan membuat sebuah kisah fiksi
yang mengambil sudut pandang kehidupan Rara sebelum SMA, sebelum pertemuannya
dengan saya, dan sebelum jalan hidup kami bertemu dalam satu cinta. Ya, Mbak
Achi seolah berubah menjadi Rara, dan itulah yang
menyempurnakan naskah Mata Kedua.
Apabila di dalam novel Mata Kedua dan Hati Kedua ini
terdapat kesamaan
nama, tempat, peristiwa, atau hal-hal lainnya, saya dan Mbak
Achi mohon ijin dan maaf yang sebesar-besarnya. Semua itu hanya merupakan hasil
percampuran antara kisah nyata dan sentuhan fiksi yang berbaur jadi satu, tidak
kurang dan tidak lebih.
Saya berharap terbitnya novel Mata Kedua dan Hati Kedua dapat
menjadi
cahaya semangat bagi siapa pun yang membacanya, sekaligus
menanamkan
alasan kuat untuk tetap bersyukur dan berjuang di bumi Allah
tercinta.
Cover Novel "Mata Kedua"
Saya
sudah pernah mendengar nama Ramaditya Adikara ketika dia pertama kali muncul di
Kick Andy sebagai tuna netra yang bisa menulis/bikin blog. Tapi kemudian nama
itu menghilang dan berlalu begitu saja seperti nama-nama orang terkenal lainnya
yang melintas di hidup saya. Tidak pernah kepikiran untuk akhirnya bertemu
beliau dalam sebuah acara komunitas yang saya ikuti yaitu komunitas Sekolah
Kehidupan. Saat itu kapasitas beliau sebagai pengisi acara sedangkan saya
adalah MC.
Ternyata keakraban kami tak hanya
berhenti sebatas MC dan pengisi acara saja, karena arah pulang kami sama, kami
pun naik taksi berlima. Saya bersama anak dan suami sedangkan mas Rama bersama
calon istrinya, Mbak Isye. Kebetulan rumah Mbak Isye ternyata masih satu kota
dengan saya yaitu kota Tangerang. Di dalam perjalanan yang berdurasi kurang
lebih dua jam lamanya, saya dan Mas Rama terlibat obrolan panjang. Mulai dari ngobrolin soal penglihatan Mas Rama, karir
sampai akhirnya mundur ke kisah masa-masa sekolah. Nah, di sinilah tiba-tiba
Mas Rama cerita soal idenya untuk membuat sebuah novel yang dilatarbelakangi
kisah kehidupan masa remajanya sendiri.
Kisah seorang tuna netra yang
bersekolah di sekolah umum (bukan sekolah luar biasa) tentu menarik untuk
disimak. Apalagi beliau bercerita tentang sosok perempuan yang menjadi
inspirasi luar biasa untuknya yaitu : Rara. Saya tercenung, bergetar hati ini…
dan ketika Mas Rama mengajak saya untuk nulis novel duet tentang kisahnya dan
Rara saya tanpa berpikir panjang langsung mengiyakan.
Awalnya saya sempat meragukan
kemampuan Mas Rama menulis. Masih belum sepenuhnya percaya seorang tuna netra
mampu menulis. Tapi ternyata Mas Rama mematahkan keraguan saya. Dia menyetor
BAB 1 novelnya : Mata Kedua, saya baca. Meski terdapat kekurangan di sana sini,
overall dia adalah pencerita yang baik. Seru!
Maka privat menulis novel sekaligus
duet pun dimulai. Saya mengarahkan Mas Rama untuk menulis seperti ini dan
seperti itu. Mas Rama adalah pembelajar yang baik, dalam waktu cepat saya bisa
melihat perubahan tulisan dia dari BAB 1 ke BAB 2, dari BAB 2 ke BAB 3 dan
seterusnya selalu mengalami perbaikan dan peningkatan kualitas. Hingga tiba di
BAB akhir, saya pun melakukan penghalusan cerita. Setelah itu Mas Rama mengedit
sendiri hasil tulisannya. Lalu mengedit tulisan saya supaya cerita kami
berkesinambungan.
Ini adalah proses menulis yang
berbeda bagi saya. Bayangkan dalam novel ini saya menjelma menjadi seorang
Rara. Perempuan yang kalem tapi cerdas, berbeda dengan saya yang ceplas-ceplos
dan terbuka, Rara ini agak tertutup dan tidak banyak bicara kecuali sama Rama. Satu
kesamaan saya dan Rara adalah : kami sama-sama penggila game Nintendo dan Ding
Dong saat masih kecil dan ABG. Itu yang akhirnya membuat saya agak sedikit
enjoy menuliskan karakter Rara.
Kesulitan kedua adalah : ini novel
unik. Pembaca tidak akan bisa menikmati keutuhan novel ini jika tidak membaca
novel Mas Rama yang berjudul : MATA KEDUA. Karena ada rahasia-rahasia di novel
ini yang terkuak di novel Mata Kedua, begitu pun sebaliknya. Oleh karena kedua
novel ini saling terikat erat, pembaca harus mempunyai novel Mata Kedua dan
Hati Kedua secara bersamaan.
Benang merah yang mengikat dalam
kedua novel ini seperti sepasang suami istri yang bergandengan tangan dan
enggan saling melepaskan. Jemari-jemari terkait dan begitu romantis. Untuk
menjalinnya, setiap malam saya dan Mas Rama harus telpon-telponan, bahkan
nyaris tak mengenal waktu, mungkin pagi atau siang atau sore, kami saling
komunikasi melalui telpon. Untuk memastikan bahwa tak ada detail yang luput
kami tulis.
Saya pun butuh bicara dengan Mas
Rama supaya saya bisa mempertahankan ‘SOUL’ seorang RARA di dalam diri saya. Beberapa
kali pula saya memutuskan untuk menyerah, pergi dan kabur dari proyek duet ini
karena saya tidak merasa yakin ‘bisa menjadi orang lain’. Ingat… saya tak
menciptakan karakter, saya pun tak memakai karakter saya sendiri. Tapi saya
menuliskan karakter orang lain bernama Rara dan Rara itu nyata.
Setiap saya bersembunyi, setiap itu
pula Mas Rama berhasil menemukan saya lalu membangun semangat saya kembali.
Beliau mengirimi saya musik-musik instrumennya, video-video game Nintendo jaman
dulu seperti Mario Bross. Pelan tapi pasti saya kembali merangkak menulis Rara.
Sungguh… saya tidak bisa menulis novel lain saat sedang menulis ini. Sampai
akhirnya… saya menangis ketika menulis ending. Terisak.
Bukan menangis karena akhirnya saya
berhasil menyelesaikan novel ini. Tapi saya menangis karena mendadak saya
merasakan apa yang Rara rasakan. Untuk Mas Rama : meski saya tak sempurna
menciptakan Rara dalam fiksi ini, tapi saya yakin pembaca akan mencintai Rara. Lalu
menaburkan segenap doa.
Cover Novel "Hati Kedua"
Endorsmen
"Mata Kedua dan Hati Kedua bukan sembarang novel
remaja, lho! Anak
muda yang baca bakal dapat banyak semangat dan motivasi!
Pokoknya,
nyesel deh kalau nggak baca novel ini!"
(Rico Ceper - Penyiar/MC/Artis)
“Lewat novel ini, penulis secara tidak langsung juga
memotivasi kami, orang-orang yang sempurna fisiknya.Semoga naskah ini membawa
manfaat, khususnya bagi pemuda Indonesia.”
Dr. Aisah Dahlan (Pembina Yayasan Sahabat Rekan Sebaya,
mentor eks-pengguna NARKOBA di Indonesia)
"Untuk kemampuan tulis-menulis teman saya yang satu ini
memang ngga perlu diragukan lagi! Biar pun tuna netra, Imajinasinya seluas
samudra. Unik dalam tiap alur dan ulirnya, bikin orang penasaran buat terus
ngelahap sampaiakhir...."
Rachel Stefanie Halim (Tuna netra penulis buku Aku Buta,
Tapi Melihat)
Membaca Mata Kedua dan Hati Kedua, meruntuhkan persepsi kita
tentang buta, kebutaan dan bagaimana memperlakukan mereka, yang tak bisa
menikmati cerlang cahaya, namun bergairah, bersemangat melangkah menuju ke masa
depan.
Nuning Purnamaningsih (Audio book reader bagi tuna netra,
sahabat kaum disabilitas)
Yuk segera diburu di toko-toko buku yang terdekat ya ^_^
Untuk info lebih lanjut, bisa klik fanspage FB Sheila: sheila book fiction atau tonton liputan TVRI mengenai launching bukunya di https://www.facebook.com/photo.php?v=531239343626858&set=vb.116047515146045&type=2&theater
0 komentar:
Posting Komentar